Minggu, 14 September 2008
Otitis Media Efusi
Otitis media adalah peradangan pada telinga tengah dan sistem sel udara mastoid.
Otitis media efusi (OME) adalah peradangan telinga tengah dan mastoid yang ditandai dengan akumulasi cairan di telinga tengah tanpa disertai tanda atau gejala infeksi akut.
Otitis media akut (OMA) adalah proses infeksi yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga tengah dan disertai tanda dan gejala seperti nyeri telinga (otalgia), rasa penuh di telinga atau gangguan dengar, serta gejala penyerta lainnya tergantung berat ringannya penyakit, antara lain: demam, iritabilitas, letargi, anoreksia, vomiting, bulging hingga perforasi membrana timpani, yang dapat diikuti dengan drainase purulen.
Otitis media kronik (OMK) adalah proses peradangan di telinga tengah dan mastoid yang menetap > 12 minggu.
Otitis Media Efusi (OME)
Penyakit ini dikenal pula dengan serous otitis media, glue ear, dan non purulen otitis media. OME adalah salah satu penyakit yang paling sering terjadi pada anak. Pada populasi anak, OME dapat timbul sebagai suatu kelainan short-term menyertai suatu infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), ataupun sebagai proses kronis yang disertai gangguan dengar berat, keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa, gangguan keseimbangan, hingga perubahan struktur membrana timpani dan tulang pendengaran.
Patogenesis OME
Kondisi yang dianggap sebagai penyebab utama munculnya OME adalah setiap keadaan yang mempengaruhi muara/ujung proksimal tuba eustachius (TE) di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens dari TE. TE dianggap sebagai katup (valve) penghubung telinga tengah dan nasofaring. Struktur ini menjamin ventilasi telinga tengah, sehingga menjaga tekanan tetap ekual di kedua sisi gendang telinga (membrana timpani = MT). Karena itu berbagai keadaan yang merubah integritas normal TE dapat menyebabkan akumulasi cairan di telinga tengah dan mastoid. Akumulasi ini dapat diikuti proses infeksi, sebagai akibat sekunder dari infeksi yang menjalar ke atas melalui TE, menghasilkan otitis media dan kemungkinan mastoiditis.
Edema faring dan peradangan akibat ISPA biasanya berefek terhadap ujung proksimal TE di nasofaring ataupun mekanisme mukosiliari klirens TE. Keadaan lain seperti: alergi hidung, barotrauma, penekanan terhadap muara/torus tuba oleh massa seperti adenoid yang membesar ataupun tumor di nasofaring, abnormalitas anatomi TE ataupun deformitas celah palatum, benda asing seperti nasogastrik atau nasotrakeal tube, dapat pula menjadi faktor predisposisi.
Mengapa anak usia prasekolah rentan terhadap OME?
Statistik menunjukkan 80-90% anak prasekolah pernah menderita OME. Saat lahir TE berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar 10 derajat dari bidang horisontal, dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Semakin bertambah usia, terjadi perubahan bermakna, terutama saat mencapai usia 7 tahun, di mana lumen TE lebih panjang dan lebar, serta ujung proksimal TE di nasofaring terletak 2-2.5 cm di bawah orifisium TE di telinga tengah atau membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horisontal telinga. Dengan struktur yang demikian, pada anak usia < 7 tahun, sekresi dari nasofaring lebih mudah mencapai telinga tengah dan membawa kuman patogen ke telinga tengah. Selain itu inflamasi ringan saja sudah dapat menyumbat lumen TE yang sempit. Selain itu terdapat pula beberapa faktor resiko pada anak, antara lain:
1. Faktor resiko anatomi: anomali kraniofasial, down syndrome, celah palatum, hipertrofi adenoid, dan GERD.
2. Faktor resiko fungsional: serebral palsy, down syndrome, kelainan neurologis lainnya, dan imunodefisiensi.
3. Faktor resiko lingkungan: bottle feeding, menyandarkan botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), rokok pasif, status ekonomi rendah, banyaknya anak yang dititipkan di fasilitas penitipan anak.
Sehingga tidak heran bahwa kasus OME berulang (OME rekuren) pun menunjukkan prevalensi yang cukup tinggi terutama pada anak usia prasekolah, sekitar 28-38%.
Diagnosis OME
Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karana prosesnya sendiri yang kerap tidak bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.
Lazimnya diagnosis OME dibuat berdasarkan pemeriksaan fisik telinga dengan menemukan cairan di belakang MT yang normalnya translusen.
Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
- MT yang retracted (tertarik ke dalam), dull, dan opaque.
- Warna MT bisa merah muda cerah hingga biru gelap.
- Short process maleus terlihat sangat menonjol dan long process tertarik medial dari MT.
- Adanya level udara-cairan (air fluid level) membuat diagnosis lebih nyata.
Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara lain:
- Pneumatic otoscope
- Impedance audiometry (tympanometry): digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem MT-telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar.
- Pure tone Audiometry: juga banyak digunakan, terutama menilai dari sisi gangguan dengar atau tuli konduktif yang mungkin berasosiasi dengan OME. Meski teknik ini time consuming dan membutuhkan peralatan yang mahal, tetap digunakan sebagai skrining, dimana tuli konduktif berkisar antara derajat ringan hingga sedang.
Pengobatan OME
Pengobatan OME langsung diarahkan untuk memperbaiki ventilasi normal telinga tengah. Untuk kebanyakan penderita, kondisi ini diperoleh secara alamiah, terutama jika berasosiasi dengan ISPA yang berhasil disembuhkan. Artinya banyak OME yang tidak membutuhkan pengobatan medis. Akan lebih baik menangani faktor predisposisi-nya, misalnya: jika dikarenakan barotrauma, maka aktivitas yang berpotensi untuk memperoleh barotrauma berikutnya, seperti: penerbangan atau menyelam, sebaiknya dihindarkan. Strategi lainnya adalah menghilangkan atau menjauhkan dari pengaruh asap rokok, menghindarkan anak dari fasilitas penitipan anak, menghindarkan berbagai alergen makanan atau lingkungan jika anak diduga kuat alergi atau sensitif terhadap bahan2 tersebut.
Jika OME ternyata menetap dan mulai bergejala, maka pengobatan medis mulai diindikasikan, seperti:
1. Antihistamin atau dekongestan.
Rasionalisasi kedua obat ini adalah sebagai hasil komparasi antara sistem telinga tengah dan mastoid terhadap sinus paranasalis. Karena antihistamin dan dekongestan terbukti membantu membersihkan dan menghilangkan sekresi dan sumbatan di sinonasal, maka tampaknya logis bahwa keduanya dapat memberikan efek yang sama untuk OME. Jika ternyata alergi adalah faktor etiologi OME, maka kedua obat ini seharusnya memberikan efek yang menguntungkan terhadap OME.
2. Mukolitik.
Dimaksudkan untuk merubah viskoelastisitas mukus telinga tengah untuk memperbaiki transport mukus dari telinga tengah melalui TE ke nasofaring. Namun demikian mukolitik ini tidak memegang peranan penting dalam pengobatan OME.
3. Antibiotika.
Pemberian obat ini harus dipertimbangkan secara hati-hati. Karena OME bukanlah infeksi sebenarnya (true infection). Meskipun demikian OME seringkali diikuti oleh OMA, di samping itu isolat bakteri juga banyak ditemukan pada sampel cairan OME. Organisme tersering ditemukan adalah S. pneumoniae, H. influenzae non typable, M. catarrhalis, dan grup A streptococci, serta Staphyllococcus aureus. Controlled studies menunjukkan antibiotika golongan amoksisilin, amoksisilin-klavulanat, sefaklor, eritromisin, trimetropim-sulfametoksazol, atau eritromisin-sulfisoksazole, dapat memperbaiki klirens efusi dalam 1 bulan. Pemberian antibiotika juga meliputi dosis profilaksis yaitu ½ dosis yang digunakan pada infeksi akut. Namun demikian perlu dipertimbangkan pula hubungan antara antibiotika profilaksis dengan tingginya prevalensi dan meningkatnya spesies bakteri yang resisten.
4. Kortikosteroid.
Beberapa klinisi mengusulkan pemberian kortikosteroid untuk mengurangi respon inflamasi di kompleks nasofaring-TE dan menstimulasi agent-aktif di permukaan TE dalam memfasilitasi pergerakan udara dan cairan melalui TE. Pemberian dapat berupa kortikosteroid oral atau topikal (nasal), ataupun kombinasi. Berdasarkan clinical guidance 1994, pemberian steroid bersama-sama antibiotika pada anak usia 1-3 tahun mampu memperbaiki klirens OME dalam 1 bulan sebesar 25%. Namun demikian karena hanya memberikan hasil jangka pendek dengan kejadian OME rekuren yang tinggi, serta resiko sekuele maka kortikosteroid tidak lagi direkomendasikan.
Jumat, 12 September 2008
Memahami Telinga Kita ..... Bagaimana ia mendengar?
Apa koklea dan fungsinya?
Apa itu Organo Korti?
Organo korti pada skala media mengandung sel2 reseptor pendengaran (auditory receptor cells), atau disebut pula sel-sel rambut. Dinamakan sel2 rambut karena membran di bagian permukaan sel mengalami evaginasi yang disebut stereosilia, yang mirip seperti rambut.
Stereosilia mengandung ion channels yang dapat terbuka aktif secara mekanik jika menerima stimulus suara. Selain sel2 rambut terdapat pula sel2 struktural dan sel2 pendukung (supporting cells). Terdapat 2 tipe sel rambut, yaitu sel rambut dalam (inner hair cells=IHC) dan sel rambut luar (outer hair cells=OHC). IHC membentuk sebaris sel yang berjalan spiral di sepanjang koklea dekat aksis sentral. OHC membentuk 3-4 baris sel rambut yang berjalan pada koklea namun tidak berdekatan dengan aksis sentral.
Bagian dasar sel2 rambut menempel pada membrana basilaris, sedangkan pada bagian permukaan di mana terdapat stereosilia terletak membrana tektorial. Membrana basilaris dan tektorial berhubungan di bagian sentral. Suara akan mengerakkan kedua struktur ini pada arah berlawanan, sehingga stereosilia yang berada di permukaan sel rambut akan menekuk. Pergerakan stereosilia akan membuka dan menutup ion channels, menghasilkan potensial reseptor di IHC. Potensial reseptor ini menyebabkan keluarnya neurotransmitter ke serabut2 saraf aferen yang menjadi sinyal penting ke otak tentang adanya suara dengan frekuensi tertentu. Sel2 rambut koklea bersifat frekuensi spesifik, di mana stimulasinya oleh input suara tergantung pada tonotopic map membrana basilaris. Pengertiannya sebagai berikut: suara dengan frekuensi tinggi dideteksi di bagian basis koklea, sedangkan suara dengan frekuensi rendah dideteksi di bagian apeks. Properti mekanik membrana basilaris sendiri yang kemudian menentukan perbedaan tonotopik ini.
Apa perbedaan antara IHC dan OHC?
Secara konseptual, IHC dianggap sebagai auditory receptor cells yang klasik, yang bertanggung jawab mengirim sinyal dalam bentuk frekuensi suara yang spesifik ke otak. Sedangkan OHC dianggap memberikan efek amplifikasi dari stimulus suara kepada IHC yang terdekat, selain juga mempertajam respon frekuensi IHC terdekat.
Ada beberapa alasan untuk konsep di atas:
1. OHC terlihat memendek dan memanjang jika dirangsang oleh suara. Gerakan pumping (mirip kontraksi) seperti ini dapat mempengaruhi IHC dengan merubah gerakan membrana basilaris dan meningkatkan sensitivitas dan selektivitas frekuensi untuk output koklear (sinyal menuju otak). Di samping itu suatu protein prestin telah berhasil diisolasi pada OHC yang memberikan kemampuan untuk berkontraksi.
2. IHC secara predominan dipersarafi oleh serabut aferen yang membawa informasi dari sel2 rambut ke otak. Kebalikannya pada OHC, predominan dipersarafi serabut eferen, yang justru membawa informasi dari otak ke sel2 rambut. Stimulasi serabut eferen OHC juga berperan dalam mengurangi respon dari koklea.
Bagaimana perjalanan input suara selanjutnya melalui saraf dari koklea ke otak?
Stimulasi saraf oleh input suara yang dimulai dari sel2 rambut kemudian berjalan sepanjang serabut aferen, selanjutnya berturut2 mencapai nukleus koklearis, kompleks olivarius superior, lemniskus lateralis, kolikulus inferior, dan medial geniculate body untuk selanjutnya tiba di korteks auditori di otak. Pada level kompleks olivarius superior ke atas, mulai terjadi crossover antara input suara dari sisi kiri dan kanan.
KESIMPULAN
1. EAC berfungsi mengumpulkan dan meneruskan input suara luar ke MT. Karena resonan frekuensi EAC adalah 3-4 kHz, maka dianggap sebagai faktor penyebab utama peak NIHL terjadi pada frekuensi 4 kHz.
2. Sistem telinga tengah meng-amplifikasi suara melalui efek area dari TM dan oval window, serta aksi gerakan pengungkit osicular chain, di mana peningkatan yang terjadi dari kombinasi keduanya adalah 22:1 atau setara dengan 25 dB. Berbagai keadaan patologis yang merusak fungsi tersebut akan menimbulkan gangguan dengar tipe konduktif (Conductive Hearing Loss = CHL).
3. Tuba Eustachius meng-aerasi dan drainase telinga tengah yang menjaga tekanan telinga tengah tetap terkontrol sehingga transfer energi suara menjadi optimal. Jika terjadi imaturitas maupun disfungsi, selain bisa menyebabkan CHL, juga menjadi faktor penting penyebab infeksi/radang telinga tengah atau otitis media.
4. Sistem telinga dalam mengandung end organ auditory, yaitu koklea. Pada koklea inilah energi suara akan diubah menjadi potensial listrik yang ditangkap oleh reseptornya di sel2 rambut (hair cells) organo korti.
5. Hair cells terdiri dari 2 jenis, yaitu: IHC dan OHC. IHC berfungsi mengirim sinyal frekuensi suara spesifik ke otak. Sedangkan OHC berperan dalam meningkatkan sensitivitas dan selektivitas frekuensi untuk output koklear (sinyal menuju otak) yang dihasilkan oleh IHC.
6. Korteks Auditory di otak adalah akhir perjalanan input frekuensi suara yang berasal dari IHC organi korti, setelah melalui serabut aferen, nukleus koklearis, kompleks olivarius superior, lemniskus lateralis, kolikulus inferior, dan medial geniculate body. Di korteks inilah input tersebut di olah sehingga menjadikan produk suara yang terdengar, dikenal, dipahami, dimengerti, diingat, dan lain sebagainya.
Rabu, 03 September 2008
Telemedicine.. pentingkah di bidang kesehatan?
Apa bedanya e-health, telemedicine, dan telehealth?
e-Health adalah memanfaatkan internet untuk transmisi informasi kesehatan.
Telemedicine adalah penggunaan teknologi informasi dan telekomunikasi untuk pertukaran informasi kesehatan.
Telehealth adalah hasil dari pertukaran tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, telehealth mencakup pula pengertian terpisahnya jarak dan/atau waktu antara pesien dan dokter yang mendiagnosis atau mengobati.
Teknologi telehealth umumnya dimanfaatkan untuk beberapa kepentingan, antara lain:
1. Mengirim pelayan kesehatan ke pasien yang berjarak jauh
2. Mendidik provider, admisnistrator, pasien, dan keluarganya
3. Untuk mengakumulasi data atau memonitor insidensi penyakit sebagai bagian dari kesehatan masyarakat, epidemiologik, atau biodefense network.
Teknologi telehealth memiliki potensi untuk memperbaiki akses pelayanan kesehatan, meningkatkan kualitas pelayanan, mengurangi kesalahan medis, mengurangi biaya kesehatan, dan lebih mendistribusikan informasi kesehatan.
Apa saja teknologi telemedicine yang dapat digunakan?
Termasuk di dalamnya adalah: telefon, radio, audiograf, fax, gambar komputer, video broadcast, video full-motion, virtual reallity, aplikasi terbaru dalam updated personal digital assistants (PDAs). Kebutuhan akan berbagai publikasi gambar2, terutama digital imaging untuk meningkatkan pemahaman dalam aspek medis, membuat telemedicine muncul sebagai komponen penting dalam bidang kesehatan, termasuk otolaryngology.
sebagai contoh:
Telemedicine dapat digunakan untuk menginformasikan, mendiagnosis, dan menengani pasien jarak jauh, seperti:
1. Videokonferensi atau stored-and-forward referral.
2. Tumor boards dan grand rounds
3. Rehabilitasi audiologi dan gangguan bicara
4. Konsultasi gangguan dengar
5. Teleproctored (mengawasi tindakan pembedahan) dan telementored (instruksi bedah)
Apa bedanya teknologi store-and-forward dan real-time?
Store-and-forward artinya data dikirim ke web-site dan kemudian diterima dan dianalisis oleh provider yang ditunjuk ke konsultan web-site. Konsultan akan me-review gambar dan data klinis dalam waktu tertentu dan kemudian mengembalikan opininya melalui e-mail ke provider.
Transmisi real-time artinya provider, pasien, dan konsultan mengirim informasi pada saat yang bersamaan, kemudian dengan menggunakan internet atau videokonferensi, beberapa klinisi akan saling bertukar informasi. Contoh lain dari transmisi real-time adalah percakapan telepon.
Mengapa tidak banyak orang memanfaatkan telemedicine?
Ada beberapa alasan:
1. Para praktisi enggan mempelajari dan menggunakan teknologi baru kecuali bila jelas memberikan keuntungan jika dilaksanakan.
2. Praktisi memerlukan akses hardware dan software untuk melaksanakan konsultasi telemedicine.
3. Terdapat keterbatasan dalam hal legalitas, sistem regulasi di suatu negara, etika, dan sosioekonomi untuk implementasi telemedicine di bidang kesehatan secara menyeluruh.
Sebagai contoh :
Lisence atau surat izin praktek (SIP). Semenjak negara kita menerapkan sistem terbatas 3 tempat praktek dan belum ada regulasi yang jelas mengenai legalitas SIP untuk berpraktek telemedicine yang berarti melewati batas waktu dan geografis. Misalnya jika seorang dokter diberi izin untuk berpraktek di Bandung, maka besar kemungkinan ia tidak dapat menangani pasien menggunakan telemedicine di Bogor, kecuali ia memiliki pula SIP di wilayah Bogor. Masih diperlukan ketegasan dan regulasi standar untuk legalisasi telehealth.
Apa hambatan lain atau resiko yang mungkin timbul, dan bagaimana anda menyikapi telemedicine ini?
Pemanfaatan dan kepercayaan yang berlebihan pada teknologi ini mungkin saja merusak komunikasi tradisional pasien-dokter, di samping resiko dan tanggung jawab dari seorang dokter. Masih banyak yang belum jelas mengenai resiko konsultasi, diagnosis, dan intervensi medis jarak jauh ini.
Karena itu selama telemedicine ini diperuntukkan untuk menambah wawasan dalam bidang kesehatan baik bagi pasien maupun dokter, sumber rujukan untuk mendapatkan strategi penanganan penyakit yang lebih baik dalam hal diagnosis maupun pengobatan, maka tidak salahnya dimanfaatkan secara informal.
Mengingat manfaat yang besar, maka penggunaan telemedicine secara profesional tetap harus dikembangkan hingga terdapat sistem regulasi dan legalitas yang jelas, disertai dengan kapasitas yang baik dan bertanggung jawab dari siapapun yang akan menyelenggarakan telemedicine ini. Sebaiknya penyelenggara telemedicine minimal adalah sebuah institusi rumah sakit dan suatu departemen sistem informasi yang duduk bersama dalam merencanakan implementasi sistem yang paling baik disesuaikan dengan kapabilitas yang dimiliki termasuk dalam hal teknologi yang tersedia dan paling tepat, manajerial, sistem operasional, serta policy dan procedures manual.